Ipan adalah anak pertama
dari dua bersaudara. Dia tinggal bersama Ayah, Ibu, dan adik perempuannya. Kehidupan keluarganya tidak begitu mewah. Yang penting setiap hari bisa
makan saja sudah dirasa cukup. Karena pekerjaan Ayahnya yang hanya kuli
bangunan dan Ibunya hanya kuli pitil cabe tidaklah cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Tetapi di balik semua itu terpancar kebahagiaan dalam
keluarganya yang selalu bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan kepadanya.
Ipan hanyalah anak
kemarin sore, dia baru menginjak kelas 5 SD dan belajar di SD N Duyungan 1.
Anak sekecil itu pastilah ingin hari-harinya dipenuhi dengan bermain dan
bermain bersama teman-teman se-usianya. Tetapi tidak untuk Ipan.
Selepas adzan subuh
dimulailah kegiatannya dengan menata dan memilah rosok sampai jam 06.00. Selesai
memilah rosok barulah Ipan mandi untuk sekedar membersihkan kotoran setelah
bergelut dengan barang-barang yang dianggap orang menjijikkan. Bagi orang lain
itu menjijikkan, tetapi untuk Ipan adalah rejeki yang luar biasa. Seusai mandi
Ipan bergegas menuju sekolah sekaligus gerbang masa depannya. Setiap kali kaki
melangkah menuju sekolah terbersit sebuah kalimat dalam benaknya. “Apakah aku
yang hanya anak kuli bangunan bisa sekolah sampai bangku kuliah?” Ahh gak usah
berangan-angan terlalu tinggi, orang tuaku bisa menyekolahkan aku sampai
sekolah dasar saja sudah anugerah yang sempurna. Yang penting bisa membaca dan
menghitung itu sudah cukup. (kata Ipan).
Mungkin hanya disekolah
lah dia bisa bermain bersama teman-temannya, itupun hanya jam istirahat. Tak
sekalipun rasa malu menghampiri dirinya. Dilihat dari pakaian sekolahnya yang
mulai kusut, sepatunya yang nampak kumuh, bahkan buku tulis yang dia gunakan
pun berbeda dari teman-temannya. Kenapa enggak? Ajaran baru yang afdol dengan
buku-buku tulis baru seperti teman-temnannya tetapi buku tulis Ipan hanyalah
buku tulis bekas kelas 4 yang di sobek halamannya karena sudah terisi catatan
selama kelas 4. Dan dari semua itu tak menyulutkan semangat belajar Ipan.
Loncengpun berbunyi dan
semua teman-teman Ipan berteriak gembira karena waktunya pulang sekolah dan
bermain sepuasnya telah tiba. Tetapi tidak untuk Ipan. Pulang sekolah adalah
waktunya untuk bekerja. Iya,,. Bekerja mencari rosok untuk biaya hidupnya
sendiri dan tak kadang untuk membantu orang tuanya.
Dengan tas kresek yang
besarnya melebihi tubuhnya, sarung tangan yang selalu ia kenakan dikala mencari
rosok, dan sepeda bmx hitam yang selalu menemaninya untuk berkeliling mencari
secercah rejeki untuk kehidupannya. Seperti tak punya rasa lelah di dalam tubuh
anak sekecil itu. Mencari rosok dari sepulang sekolah sampai adzan maghrib
berkumandang dijalaninya dengan penuh keceriaan. Tak jarang Ipan melihat
teman-teman sebayanya bermain bola dan hasrat ingin ikut bermain bersama.
Tetapi itu dianggap Ipan hanyalah bayang semu dan tidak mungkin Ipan lakukan.
Sejujurnya orangtuanya
sudah melarangnya untuk tidak lagi mencari rosok dan serius memikirkan
sekolahnya. Tapi karena Ipan yang berpendirian kuat dan tidak ingin
menyusahkan orangtuanya dia tetap melakukan kegiatannya sebagai pencari rosok.
Setiap kali dikasih tahu untuk tidak bekerja justru Ipan malah marah. Akhirnya
orangtuanya pun nyerah dan membiarkan apa yang dikerjakan Ipan sehari-hari.
Buat orangtuanya yang penting rejeki yang didapat halal dan tidak merugikan
orang lain itu sudah cukup.
Walau hidup dalam
ekonomi minim, tetapi keluarga Ipan tidak begitu sepenuhnya mengharapkan
bantuan-bantuan dari pemerintah. Karena mereka sadar bahwa bantuan pemerintah
hanya bersifat sementara. Semisal raskin, bantuan raskin hanya untuk makan
seminggu, nah untuk minggu berikutnya harus makan apa??. Kalau raga dan pikiran
kita masih kuat untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga kenapa harus mengharapkan
bantuan orang lain?.
“Tak mungkin Tuhan
memberikan cobaan diatas batas kemampuan umatnya, aku yakin suatu saat nanti
Ipan akan meraih kebahagiaannya, entah itu di dunia maupun di akhirat kelak. Dan dengan
keikhlasannya aku mendapat pelajaran dari dirinya bahwa harus selalu bersyukur
dan berpikir positif atas apa yang diberikan Tuhan kepada kita” ‘always
think positive and all will be beautiful in its time’