Dar,,,,,der,,,,dor,,,,.
Suara senapan sahut-menyahut.
Boom,,,,boom,,. Diikuti
suara bom dengan dentuman keras.
Prok,,,prok,,,prok,,,.
Suara barisan prajurit yang siap bertempur.
Suasana 68 tahun silam.
Dimana seluruh elemen bangsa ini bertempur untuk meraih kemerdekan lahir dan
batin. Merdeka dalam arti bebas dari aturan yang merugikan, pengekangan yang
menyesatkan, dan diskriminasi yang menggerogoti harga diri. Tak peduli harus
bermandikan darah dan keringat, kehilangan sanak saudara, dan tanpa diakui
jasanya. Mereka bertempur dengan gagah berani demi kemerdekaan dan masa depan
yang lebih baik untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tak terasa sudah 68
tahun negeri ini merdeka, tak terasa pula sudah bisa dikata tua negeri ini.
Tapi, kenapa negeri yang sudah tua ini belum bisa bersikap dewasa dari beribu
masalah yang menghantam dan bersikap adil kepada seluruh warga negaranya. Kita
lihat dari kacamata keseharian tentang negeri ini. Berita-berita tentang
kebobrokan moral pajabat kita datang silih berganti, anak-anak miskin yang
masih usia sekolah justru menjadi budak di negeri sendiri karena semakin
mahalnya biaya pendidikan saat ini, dan mereka yang berharkat tinggi semakin
tinggi sedangkan yang berharkat rendah semakin terdiskriminasi oleh kerasnya
hidup di negeri sendiri.
Kata orang negri ini
ber-Pancasila
Kata orang negeri ini
ber-Bhinneka Tunggal Ika
Kata orang negeri ini
ber-UUD 1945, dan
Kata orang negeri ini adalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi mana fakta bahwa negeri kita mempunyai
kesemuanya itu?
Dari Pancasila, dari
sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, apakah semua
warga negara sudah diperlakukan adil saat ini? Belum!!. Dan dari sila kelima
yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, apakah hak dan
kehidupan sosial mereka sebagai warga negara sudah terjamin? Belum!!.
Dari Bhinneka Tunggal
Ika yang berbunyi “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua”, memang negeri ini
beragam suku, adat, ras dan agama dan kesemuanya itu seperti symphony alunan
lagu yang saling menyatu dan melengkapi sehingga menghasilkan irama yang indah.
Tapi dari kesemua itu diciderai oleh segelintir orang yang menganggap agama
mereka paling benar. Bukanya sudah diatur dalam UU bahwa negeri ini mengakui 5
agama? Tapi kenapa mereka menganggap bahwa agama mereka paling benar? Hey saudaraku!
Mana jiwa Bhinnekamu!!
Dari UUD 1945, negeri
ini negara hukum. Dan dari kesemuanya tercantum dalam UUD 1945. Tapi,,,. Kenapa
hukum saat ini bisa dibeli? Bisa dihargai oleh uang?. Apa mungkin ahli hukum
negeri ini doyan duit? Pasti!! Atau, apa mungkin hukum di negeri ini hanya
dianggap sebagai pelengkap dalam sebuah Negara? Mungkin!!.
Negara Kesatuan Republik
Indonesia, mungkin ungkapan tapi bisa juga dianggap sebagai kiasan. Ungkapan
untuk para topi baja dan kiasan untuk penduduknya. Kenapa enggak? Konflik antar
golongan dan ormas-ormas saat ini kan semakin merajalela dan sering terjadi,
gimana mau bersatu untuk keutuhan dan kesatuan Republik Indonesia kalau warga
negaranya sendiri tidak bisa bersatu. Anggapan orang memang benar, tugas untuk
menjaga keutuhan NKRI adalah si topi baja. Tapi tanpa dukungan, dorongan, dan
kontribusi dari seluruh warga negaranya untuk menjaga kesatuan dan keutuhan negara
ini semua itu hanya sebuah opini dan mimpi belaka.
AhhSudahlah…
Dengan saya menulis ini
dan setelah kalian membacanya, mungkin kalian menilaiku sok tau, sok peduli,
sok ngurus negara, dan sok pinter.Tapi, tak apa kalian menilaiku seperti itu,
toh kan negara kita negara bebas, bebas menghujat seseorang tanpa pemikiran
yang berarti. Hahaha,,.